Kamis, 23 Mei 2013

Tim Bulu Tangkis Indonesia Kalah dengan Kepala Tegak






Metrotvnews.com, Kuala Lumpur: Sama sekali tidak terlihat raut wajah kekecewaan dan muram dalam tim Piala Sudirman Indonesia, sebaliknya malah gelak tawa dan canda.
Padahal tim pimpinan Anton Subowo tersebut baru saja menyerah 2-3 kepada tim favorit juara China dalam pertandingan perempatfinal di Stadion Putra Bukit Jalil Kuala Lumpur, Kamis (23/5).
Kekalahan tersebut tidak hanya mengubur harapan Indonesia untuk mencapai target lolos ke babak semifinal, tapi juga mencatat prestasi terburuk karena inilah untuk pertama kalinya terlempar dari empat besar sejak lambang supremasi beregu campuran itu digelar pada 1989 di Jakarta.


Saat memasuki ruang jumpa pers usai pertandingan, wajah Anton, putra Ketua KOI Rita Subowo yang didampingi manajer tim Rexy Mainaky serta pemain Liliyana Natsir, tampak berseri-seri.
"Bagi saya, pertandingan tadi ibarat partai final karena berlangsung sangat ketat dan tidak mudah bagi China untuk mengalahkan Indonesia yang menurunkan pemain muda," kata Anton mengawali jumpa pers yang diikuti puluhan wartawan asing itu. 


Yang membuat gembira tim Piala Sudirman merasa pantas senang tentu bukan kekalahan tersebut, tapi perjuangan yang telah diperlihatkan oleh para seluruh pemain.
Tim yang sebagian besar bermaterikan pemain muda tersebut, di luar dugaan membuat China yang begitu perkasa cukup kerepotan sampai partai terakhir. Beruntung mereka berhasil memanfaatkan kelelahan Liliyana Natsir yang diturunkan di dua nomor sekaligus, yaitu ganda campuran bersama Tontowi Ahmad dan ganda putri bersama Nitya Krishanda Maheswari.
Menpora Roy Suryo yang sengaja datang untuk memberikan dukungan langsung, juga ikut bangga dengan perjuangan maksimal yang telah diperlihatkan seluruh pemain.
Seperti halnya Anton, Roy juga setuju dengan anggapan bahwa pertandingan melawan China tersebut ibarat final yang sesungguhnya karena menyajikan pertarungan terbaik dibanding dengan pertandingan lainnya.


Roy memuji strategi yang telah diterapkan oleh tim pelatih dengan menurunkan Liliyana di dua nomor sekaligus, yaitu ganda campuran bersama Tontowi Ahmad dan di ganda putri bersama pemain muda Nitya Krishanda Maheswari.
Liliyana yang akrab disapa Butet tersebut sukses pada laga pembuka di nomor ganda campuran dengan mengalahkan Xu Chen/Ma Jin dalam pertarungan tiga game 21-18, 15-21, 21-16.
Tapi pada partai terakhir yang menentukan ketika skor imbang 2-2, Liliyana yang tenaganya tampak sudah terkuras, gagal membuat kejutan bersama Nitya sehingga akhirnya menyerah dua game langsung 12-21, 19-21 kepada Yu Yang/Wang Xiaoli.
Akibat Undian Li Yongbo, yang dikalangan media asing pelatih dikenal angkuh karena tidak mau meladeni wartawan di luar China, juga  menyayangkan hasil undian yang menempatkan Indonesia harus bertemu lebih awal dengan China. 


Menurut Yongbo yang pernah mendominasi tunggal putra bersama Tian Bingyi pada 1980-an, seharusnya Indonesia tidak bertemu lebih awal dengan China jika ingin melangkah sampai ke babak final.
"Sungguh disayangkan Indonesia harus bertemu lebih awal dengan China karena saya yakin hasilnya bisa lain," katanya melalui penerjemah. Hasil yang diperoleh Indonesia juga tidak terlepas dari nasib sial akibat undian yang tidak menguntungkan.
 

Setelah menempati runner-up Grup A yang dijuarai China, keberuntungan benar-benar menjauhi Merah Putih karena pada babak perempat-final harus kembali berhadapan dengan juara bertahan itu.
Sebagai tim yang berada di luar empat unggulan, setiap runner-up harus rela bergantun pada nasib baik karena lawan yang akan dihadapi harus berdasarkan hasil undian.
Terlepas dari kekalahan "terhormat" tersebut, bagaimana pun Indonesia tidak bisa menghapus fakta bahwa inilah hasil terburuk yang diraih sejak untuk pertama kalinya tampil sebagai juara pada event pertama di Jakarta pada 1989. 


Pada kejuaraan pertama untuk memperebutkan lambang supremasi beregu campuran itu, Indonesia di final mengalahkan Korea Selatan dengan skor ketat 3-2. Namun untuk penyelenggaraan berikutnya, Indonesia selalu gagal dan hasil terbaik adalah mencapai final pada 2007 di Glasgow.

Sedangkan China selalu juara dalam empat event terakhir dan bertekad untuk merebut gelar juuara untuk kelima kalinya secara beruntun, atau yang kesembilan kali secara beruntun.
Mengomentari keperkasaan China itu, Li Yongbo pun tidak segan-segan berkoar dan seolah-olah ingan mengatakan bahwa mereka siap juara kapan pun mereka inginkan. "Kami sudah menjuarai (Piala Sudirman) sebanyak delapan kali. Saya sebenarnya tidak keberatan jika kami harus kalah selagi pemain tampil penuh perjuangan. Kadang-kadang bagus juga jika tim lain yang tampil sebagai juara," katanya.


Sejarah juga mencatat bahwa selain hasil yang ditoreh ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyani Natsir yang mampu menjuarai All England dua kali beruntun pada 2012 dan 2013, bulutangkis Indonesia tidak kunjung membaik dalam dua tahun terakhir.
Diawali hasil terburuk Tim Piala Thoma dan Uber yang juga tersingkir untuk pertama kalinya di perempat-final setelah dikalahkan Jepang di Wuhan, China pada Mei 2012, mimpi buruk kembali berlanjut  di Olimpiade London pada Agustus 2012.
Untuk pertama kalinya sejak Olimpiade Barcelona 1992, tim bulutangkis Indoneia harus menerima kenyataan pahit pulang dengan hampa, tanpa medali perunggu sekali pun. (Antara)